March 7, 2015

Postingan seketika

Dan kemudian, aku menemukan panggilan yang tepat untukmu,
Tuan Malaikat..
kau suka?

Aku memang harus pergi

Memikirkannya..
Aku memang harus pergi
Sejak awal, aku harusnya tak membiarkan perasaan ini tumbuh
Atau harus memulai menatap wajahnya
Kupikir, debaran jantungku akan menghilang seiring berjalannya waktu
Kupikir, seiring berjalannya waktu, aku akan bisa meninggalkannya
Tapi "seiring berjalannya waktu" itu salah
Dan hanyalah sebuah alasan bagiku untuk tetap di sisinya

Hidup dalam alasan itu
Aku merasakan kebahagiaan
Meskipun dengan kebohongan dan kebenaran yang kutolak, aku bisa menerima kebohongan itu
Kupikir, kebohongan ini entah bagaimana akan menjadi kebenaran
Tapi, tak peduli seberapa erat kututup mata dan telingaku
Dan tak peduli betapa aku menolaknya
Kebenaran akan masih tetap berdiri ditempatnya
Sekarang saatnya untuk bangun dari kebohongan itu
Tak peduli seberapa mengerikan dan beratnya kebenaran itu
Sekarang saatnya untuk menghadapi kenyataan

March 4, 2015

Pergi dengan terpaksa

Ketika aku tahu tak seharusnya kau kucinta
Ketika aku tahu seharusnya aku menutup mata
Semuanya sudah terjadi begitu saja
Rasa, sesal dan asa sudah terpaut tak bisa dibendung dengan sengaja
Dan kini aku harus pergi dengan terpaksa
Meninggalkan cerita dan satu setengah tahun kebersamaan kita

Walaupun tak mudah
Walaupun tak pernah tercipta kata "kita"
Aku bahagia kita pernah bersama
Walaupun aku hanya pelarianmu saja

Pesonamu terlalu memikat
Dan dengan sengaja kau juga ikut mendekat
Lalu salahkah aku yang begitu mudah terjerat?
Oleh sinarmu yang membutakan hatiku sesaat
Lalu kita dekat dalam kisah yang sesat
Padahal aku tahu akhirnya hanya aku yang akan merasakan pekat

Dan malam ini
Disaat seharusnya aku tak sendiri
Aku sadar kebodohan ini harus segera diakhiri
Dan satu-satunya cara yang ada hanyalah aku harus pergi
Bahkan mungkin berlari
Dari rasa yang sudah kau beri
Dari hasrat ingin memiliki
Dari nyaman yang tercipta dalam perih
Dari rindu padamu yang telah menyakiti


Makassar,
040315 - 00:51



March 1, 2015

Bertemu teman lama, segelas teh hangat dan mencoba mencari kata ikhlas

Hari ini (sabtu, 28 feb 2015) saya bertemu dengan teman saya semasa sekolah dasar dulu, dalam rangka temu kangen dan menghabiskan waktu kosong kami di weekend ini, kami pergi ke salah satu Mall di kota Makassar dan memutuskan untuk menonton film Kingsman, yang dari minggu lalu sangat ingin saya nonton tapi tidak sempat. Kami, saya, teman saya, dan anak laki-lakinya. Iya, teman saya ini adalah seorang single mother dari anak lelaki berumur 8 tahun.

Yang awalnya mau nonton Kingsman jam 12.00, terpaksa diundur menjadi jam 14.25, karena kita telat datang dan filmnya sudah diputar pas kita tiba di bioskop, walaupun sebenarnya baru 10 menit, tapi saya tipe orang yang tidak suka nonton film telat, walaupun hanya beberapa menit, pokoknya saya harus nonton dari awal, hehehe..

Sambil nunggu filmnya diputar, kami pun makan di salah satu restoran cepat saji di dalam mall, berhubung Farel, anaknya teman saya, sudah mengeluh lapar. Disana, sambil menunggu pesanan, kami pun banyak bercerita tentang jaman SD dulu, nostalgia. Cerita tentang cinta-cintaan jaman dulu, ahahhaa, jaman SD memang tidak bisa lepas dari kisah cinta monyet yah?
Teman saya ini salah satu "bunga desa" nya jaman SD dulu, banyak yang naksir dia dan ada saja hal-hal konyol yang dulu kita lakukan semasa SD biar bisa dekat dengan gebetan, dari mulai ngasih kado lah, sok-sok-an beli coklat waktu valentine lah, tapi walaupun begitu, jaman saya dulu cinta-cintaannya kita cuman sebatas itu, naksir, ngasih kado, saling titip salam, sudah, kalaupun ada beberapa teman saya yang jadian dengan gebetannya (diantaranya teman saya ini) paling mereka pacarannya cuman sebatas status pacaran, itupun status pacarannya tidak diumbar di depan publik, paling ketahuan setelah kita menginterogasi orang-orang yang kita curigai sedang pacaran (ahahaha..) tidak ada yg namanya gandengan tangan (di depan umum mungkin) apalagi sampai ciuman seperti anak-anak SD jaman sekarang *calm face*
Apa saya pernah pacaran semasa masih di SD?
Ohohoho.. tentu saja tidak! *nyengir kuda*
Waktu saya SD, saya adalah cewek 'tidak feminin' yang doyan main engrang bareng teman-teman cowok saya. Tapi kalau naksir salah satu teman cowok saya sih pernah, ah, cinta monyet istilahnya, tapi hanya begitu saja, saya belum mengenal kata 'jadian' ketika masih memakai rok merah marun dulu, hanya mengenal kata "Ayo, main lojo'-lojo'!!!!"


Selesai menonton, kami berjalan-jalan sebentar di dalam mall, sambil melihat-lihat pameran wedding dress dan wedding planner yang sedang diselenggarakan disana (dan saya sangat terkagum-kagum melihat baju-baju nikahan warna putih nan seksi, juga foto-foto pre-wedding dengan konsep yang keren-keren >//<)
Diperjalanan pulang, kami kembali bercerita. Kali ini tentang kehidupan kami yang sekarang. Wanita tangguh yang duduk di kursi mobil disamping saya itu, bahkan tidak sempat menyelesaikan bangku SMA nya, permintaan orang tua dan tradisi keluarganya menjadikannya seorang ibu muda. Ia banyak bercerita tentang kehidupannya setelah dia menikah dan setelah suaminya berpulang ke Rahmatullah tiga tahun yang lalu. Tentang bagaimana dia berusaha menerima kenyataan dan mencari kata ikhlas didalam kehidupannya saat itu. Bayangkan saja, menikah muda, kemudian ditinggal sang suami setelah memiliki seorang anak laki-laki yang saat itu kurang lebih masih berumur lima tahun. Ia mengatakan bahkan saat suaminya meninggal, Ia tak sanggup menangis pada awalnya. Jiwanya terlalu terguncang dan kaget menerima kenyataan suaminya harus meninggalkannya secepat itu.
Lalu tidak lama setelah itu, keluarganya kembali mendapat musibah, toko milik suaminya ikut terbakar dalam kebakaran massal di Pasar sentral sekitar dua tahun yang lalu.
Ia banyak mendapatkan pelajaran hidup saat itu, tentang bagaimana Ia harus ikhlas, dan sabar. Tentang bagaimana Tuhan sanggup menguji Hambanya sedemikian rupa, agar mempelajari seseuatu di dalam ujian tersebut.

Saya pun mendapatkan banyak pelajaran darinya, tentang keteguhan hati, tentang keikhlasan, tentang kesabaran.

Dan disinilah saya, beberapa jam kemudian, ditemani segelas teh hangat dan mencoba mencari kata ikhlas atas semua kejadian beberapa bulan terakhir.
Tidak, saya sedang tidak diuji dengan ujian sebesar yang dialami teman saya itu, melainkan hanya ujian setingkat anak SD, yaitu Patah hati.
Namun, tidak semudah itu untuk mengikhlaskan semuanya. Ingin rasanya saya bisa meyakinkan diri saya sendiri, bahwa semua baik-baik saja, semua akan baik-baik saja, ikhlaskan saja, biarkan saja. Tidak mudah mencari kata ikhlas di dalam hati yang masih dirundung sedih, di dalam jiwa yang masih terluka sayat yang perih. Hati saya masih berteriak "HEI! KENAPA HANYA SAYA YANG TIDAK BAHAGIA KARENA INI, PADAHAL YANG MENJALANINYA BUKAN HANYA SAYA?"
"Kenapa kau bisa dengan bahagia tetap menjalani kehidupanmu dengannya, dan saya setiap malam masih menangisi semua hal yang kita lalui dan semua hal yang seolah-olah bukan apa-apa untukmu?"
"KENAPA KAU TIDAK IKUT TERLUKA?"

Butuh waktu, kata teman saya. Luka bakar saja tidak langsung hilang dalam seminggu sebagus apapun obat yang digunakan. Butuh proses, kata teman saya.
Maka, saya sedang mencoba mencari kata ikhlas. Mencoba bisa kembali mendoakanmu bisa bahagia dengannya (bukannya mengutukimu berpisah dan kau akan merasakan bagaimana rasanya sakit hati)
Ya, saya sedang mencoba, pelan-pelan, tidak bisa instan.
Semoga kelak, saat bertemu denganmu nanti, hei Tuan, saya bisa tersenyum ikhlas dan menanyakan kabarmu dan kabar pasanganmu.


Wish me can have a big heart for that :)


Salam,
Yang masih memiliki luka bakar, Rara ~